Puluhan orang duduk di badan jalan Tunjungan, Surabaya di depan Hotel Majapahit. Mereka menyimak penampilan pembacaan puisi yang dilaksanakan di atas trotoar. Minggu pagi, 4 Januari 2015 adalah saat pertama kali Ngamen Komunitas Tunjungan Ikon Surabaya (TIS) di tahun ini.
Muhammad Robby Binnur (21 th) dikenal sebagai “Cak Robby, Penyair Mbeling” tampil habis-habisan. Intonasi, ekspresinya dan materi puisi yang berjudul “Bocak Sarungan” meski bernuansa religius memang mbeling, apalagi dibawakan dengan menunjukkan karakternya yang khas.
Sambil menyeka peluh Robby mengatakan, ““Puisi ini tentang anak kecil yang hari harinya tiada seorang pun menggubrisnya, padahal diam-diam anak kecil itu rajin ibadah.” Syair puisi itu memang nylekit, dan bersama dengan sekitar 200 puisi lain akan direalisasikan menjadi buku religius meski masih memerlukan waktu.
Rachmad Utojo Salim yang biasa dipanggil Cak Yoyok, ketua TIS menyampaikan salut terhadap penampilan Cak Robby. Keduanya sempat mendiskusikan puisi itu bersama penonton yang lain. Sedangkan Ananto Sidohutomo, budayawan yang selalu ikut pada acara itu juga mengacungkan ke dua jempolnya ke atas.
Inilah puisi yang menjadi andalan saat ngamen di jalanan hari ini.
“Bocah Sarungan”
Negri yang konyol ini surgamu
Sampah sampah yang berserakan semestinya dirimu yang menyapu
Rokok mu,
Taruh asbak dalam sakumu
Anak anak kecil di pinggir jalan entah ngemis atau loper Koran
Juga saudaramu,
Bocah dengan ketidak jelasan arah
Tanpa di perintah,
Namun sandalnya selalu di lepas, di buang entah kemana
Sedangkan Musa sendiri melepas sandal setelah aba aba
Itupun Musa masih bingung, “oh ada apa dan mengapa wahai Tuhanku?”
Tapi bocah bocah itu…
Melepas ikhlas, membuang jauh tak terhiraukan
Hari harinya comot,
Hari harinya rusuh,
Hari harinya kumuh …
Bahkan ada yang berteriak “Ohhh… dasar kemprooo … siapa orang tuamu ??? … enyah ..
kau tak layak di hadapanku… !!!”
Melesat kepala tertunduk pilu
Tiba malam… diam diam …
Kian malam… semakin diam …
Percikan air wudluh mengalir membasuh rusuh
Sarung bolong di kenakannya dengan lucu,
Takbir melorot, rukuk melorot, bangkit melorot kembali
Sampai Tuhanpun nyelorot dari langit
Merapikannya sendiri, dan berbisik keras… keras sekali ….
Nyaring dalam hati …
“Aku orang tuamu, kurapikan sarungmu… aku akan meninggikan derajatmu,
Akan kutinggikan kedudukanmu, akan kutiupkan cahaya di ubun ubunmu, sehingga seluruh
manusia mencintaimu dan yang menghinamu akan tertunduk malu”
No comments